Dalam sebuah diskusi di Surabaya tentang status Wahhabi
sebagai golongan Khawarij, ada seorang teman bertanya: “Mengapa Anda memasukkan
Wahhabi ke dalam golongan Khawarij? Apa bukti-buktinya?”. Teman kita ini
sepertinya keberatan sekali kalau Wahhabi dimasukkan ke dalam golongan Khawarij.
Akhirnya pada waktu itu saya berusaha meyakinkan semua peserta diskusi yang
hadir, dengan memberikan penjelasan bahwa kita mengganggap Wahhabi sebagai
Khawarij, karena semua ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang otoritatif (mu’tabar)
di kalangan pesantren mengatakan demikian. Dari kalangan ulama madzhab
al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad
12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala
Tafsir al-Jalalain sebagai berikut:
ھَذِهِ اْلآيََةُ نَزَلتَْ فِي الْخَوَارِجِ الذَِّيْنَ يُحَرِّفوُْنَ
تَأوِْيْلَ الْكِتَابِ وَالُّسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلوُّْنَ بِذَلكَ دِمَاءَ
الْمُسْلِمِيْنَ وَأمَْوَالھَُمْ كَمَا ھُوَ مُشَاھَ دٌ اْلآنََ فِيْ
نَظَائِرِھِمْ وَھُمْ فِرْقَةٌ بِأرَْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لھَُمُ الْوََّھَّابَِّيَّةُ
يَحْسَبُوْنَ أنََّھُِمْ عَلىَ شَيْءٍ ألَاَ إنَِّھُمْ ھُمُ الْكَاذِبُوْنَ .
(حاشية
الصاوي على تفسير الجلالين ،٣/٣٠٧).
“Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka
yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka
menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi
dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut
dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu
(manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah alShawi ‘ala
Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Dari kalangan ulama
madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn
Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd
al-Muhtar sebagai berikut:
”مَطْلبٌَ فِي أتَْبَاعِ مُحََّمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوََّھَّابِ
الْخَوَارِجِ فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا
وَقَعَ فِيْ زَمَانِنَافِيْ أتَْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوََّھَّابِ الذَِّيْنَ خَرَجُوْا مِنْ نَجٍْدٍ
وَتَغَلبَُّوْا عَلَى الْحَرَمَيْنِ وَكَانُوْايَنْتَحِلوُْنَ مَذْھَبَ
الْحَنَابِلَةِ لكَِنَّھُمْ اِعْتَقَدُوْا أنََّھُمْ ھُمُ الْمُسْلمُِوْنَ وَأََّ
مَنْ خَالفََاعْتِقَادَھُمْ مُشْرِكُوْنَ وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلكَ قَتْلَ أھَْلِ
الُّسُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلمََائِھِمْ حَتَى كَسَرَ اللھُشَوْكَتَھُمْ وَخَرَبَ
بِلادََھُمْ وَظَفِرَ بِھِمْ عَسَاكِرُ الْمُسْلمِِيْنَ عَامَ ثَلاٍَ
وَثَلاثَِيْنَ وَِمِائَتَيْنِوَألٍَْفٍ .“ اھـ (ابن عابدين، حاشية رد المحتار ،٤/٢٦٢).
“Keterangan tentang pengikut Muhammad
bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa
kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras
menguasai dua tanah suci.
Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka
meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan
keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka
menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah
memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum
Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr
al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).
Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin
Abdullah bin
Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah
‘ala Dharaih alHanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah
pendiri Wahhabi,
sebagai berikut:
عَبْدُ الْوََّھَّابِ بْنُ سُليَْمَانَ التَّمِيْمُِّيُّ النَّجْدُِّيُّ
وَھُوَ وَالِدُ صَاحِبِ الدَّعْوَةِ التَِّيْ انْتَشَرَشَرَرُھَا فِي اْلأفََاقِ
لكَِنْ بَيْنَھُمَا تَبَايُنٌ مَعَ أََّ مُحََّمَّدًا لمَْ يَتَظَاھَرْ
بِالدَّعْوَةِ إلِاَّ بَعْدَمَوْتِ وَالدِهِ وَ أخَْبَرَنِيْ بَعْضُ مَنْ
لقَِيْتُهُ عَنْ بَعْضِ أھَْلِ الْعِلْمِ عََّمَّنْ عَاصَرَ الشَّيْخَ
عَبْدَالْوََّھَّابِ ھَذَا أنََّهُ كَانَ غَاضِبًا عَلىَ وَلَدِهِ مُحَمٍَِّدٍ
لكَِوْنِهِ لَمْ يَرْضَ أنَْ يَشْتَغِلَ بِالْفِقْھِكَأسَْلافَِهِ وَأھَْلِ
جِھَتِهِ وَيَتَفََّرَّ سُ فِيْه أنََّهُ يَحْدُثُ مِنْهُ أمَْرٌ . فَكَانَ يَقوُْلُ للنَّاسِ : يَا مَا
تَرَوْنَ مِنْ مُحَمٍَّدٍ مِنَ الشَّرِّ فَقَدَّرَ ( أنَْ
صَارَ مَاصَارَ وَكَذَلِكَ ابْنُهُ سُليَْمَانُ أخَُوْ مُحَمٍَّدٍ كَانَ
مُنَافِيًا لهَُ فِيْ دَعْوَتِِهِ وَرَدَّ عَليَْهِ رَ دًّا جَيِّدابًِالْآيَاتَِ
وَاْلآثَارَِ وَسََّمَّى الشَُّيْخُ سُليَْمَانُ رَدَّهُ عَليَْهِ ( فَصْلُ الْخِطَابِ فيِ الَّرَّدِّ عَلٮَمُحََّمَّدِ بْنِ عَبْدِ
الْوََّھَّابِ ) وَسَلمََّهُ
( مِنْ شَرِّهِ وَمَكْرِهِ مَعَ تِلْكَ الَّصَّوْلَةِ الْھَائِلَةِ
التَِّيْأرَْعَبَ تِ اْلأبََاعِدَ فَإنَِّهُ كَانَ إذَِا بَايَنَهُ أحََدٌ وَرَدَّ
عَليَْهِ وَلَمْ يَقْدِرْ عَلىَ قَتْلهِ مُجَاُھَرَةًيُرْسِلُ إلِيَْهِ مَنْ يَغْتَالهُُ
فِيْ فِرَاشِهِ أوَْ فِي الُّسُّوْقِ ليَْلاً لقَِوْلِهِ بِتَكْفِيْرِ مَنْ
خَالفََھُوَاسْتِحْلالَِ قَتْلِهِ . اھـ (ابن حميد النجِدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة ،٢٧٥).
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah
pembawa dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai
penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad
(pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya
sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang
yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada
anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan
orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang
anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat,
“Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya
takdir Allah benar-benar terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman
(kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan
membantahnya dengan bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan
hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan
bantahannya dengan judul Fashl alKhithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul
Wahhab. Allah telah menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya
adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap
orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya, dan
membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, maka ia
akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada
malam hari karena pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang
yang menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, alSuhub al-Wabilah ‘ala Dharaih
al-Hanabilah, hal. 275).
Dari kalangan ulama madzhab Syafi’i, al-Imam al-Sayyid
Ahmad bin Zaini Dahlan al-Makki, guru pengarang I’anah al-Thalibin, kitab yang
sangat otoritatif (mu’tabar) di kalangan ulama di Indonesia, berkata:
وَكَانَ الَّسَّيِّدُ عَبْدُ الَّرَّحْمنِ الْأھَْدَلُ مُفْتِيْ زَبِيْدَ
يَقوُْلُ : لاَ يُحْتَ اجُ
التَّألْيْفُ فِي الَّرَّدِّ عَلىَ ابْنِ عَبْدِ الْوََّھَّابِ، بَلْ يَكْفِي فِي
الَّرَّدِّ عَليَْهِ قَوْلهُُ صلى ( عليه وسلم سِيْمَاھُمُ
التَّحْليِْقُ، فَإنَِّهُ لَمْ يَفْعَلْهُ أحََِدٌ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ اھـ (السيد أحمد بن زيني دحلان، فتنة الوھابية ص/٥٤).
“Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid berkata: “Tidak
perlu menulis bantahan terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam cukup sebagai bantahan terhadapnya, yaitu “Tanda-tanda mereka
(Khawarij) adalah mencukur rambut (maksudnya orang yang masuk dalam ajaran
Wahhabi, harus mencukur rambutnya)”. Karena hal itu belum pernah dilakukan oleh
seorang pun dari kalangan ahli bid’ah.” (Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Fitnah
al-Wahhabiyah, hal. 54).
Demikian pernyataan ulama terkemuka dari empat madzhab,
Hanafi, Maliki,
Syafi’i
dan Hanbali, yang menegaskan bahwa golongan Wahhabi termasuk Khawarij bukan Ahlussunnah
Wal-Jama’ah. Tentu saja masih terdapat ratusan ulama lain dari madzhab
Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menyatakan bahwa Wahhabi itu Khawarij dan tidak
mungkin kami kutip semuanya dalam diskusi kali ini. Sumber Buku pintar berdebat dengan wahhabi
baca mengapa-mereka-disebut-sebagai-khawarij.
Out Of Topic Show Konversi Kode Hide Konversi Kode Show Emoticon Hide Emoticon