Alasan utama mengapa aliran Wahhabi dikatakan Khawarij dan
bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, adalah paradigma pemikirannya yang mengusung
konsep takfir dan istihlal dima’ wa amwal al-mukhalifin (pengkafiran dan
penghalalan darah dan harta benda kaum Muslimin di luar alirannya). Dalam
sebuah diskusi di PCNU Sumenep, pada 22 Mei 2010, tentang aliran Syi’ah dan
Wahhabi, seorang ulama Wahhabi kelahiran Sumatera dan sekarang tinggal di
Jember, berinisial AMSP menggugat pernyataan saya, bahwa Wahhabi mengkafirkan
dan menghalalkan darah kaum Muslimin di luar mereka. Ia mengatakan:
“Wahhabi itu Ahlussunnah Wal-Jama’ah, bukan Khawarij.
Karena Wahhabi tidak mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin yang
berbeda dengan dirinya.” Mendengar pernyataan tersebut saya katakan: “Bahwa
Wahhabi itu mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin, itu bukan kata
saya. Tetapi itu pernyataan Syaikh Muhammad, pendiri aliran Wahhabi.
Misalnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Aku pada waktu itu
tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam, sebelum
kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula guru-guruku, tidak
seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut. Barangsiapa yang
berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia mengetahui makna la ilaha
illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu ini, atau berasumsi bahwa di
antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal tersebut, berarti ia telah
berdusta, mereka-reka (kebohongan), menipu manusia dan memuji dirinya dengan
sesuatu yang tidak dimilikinya.” (Ibn Ghannam, Tarikh Najd hal. 310).
Dalam pernyataan di atas, jelas sekali Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab menyatakan bahwa sebelum ia menyebarkan faham Wahhabi, ia sendiri
tidak mengerti makna kalimat la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam.
Bahkan tidak seorang pun dari guru-gurunya dan ulama manapun yang mengerti makna
kalimat la ilaaha illallah dan makna agama Islam. Pernyataan ini menunjukkan
bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan guru-gurunya, semua ulama
dan mengkafirkan dirinya sebelum menyebarkan faham Wahhabi. Pernyataan tersebut
ditulis oleh muridnya sendiri, Syaikh Ibn Ghannam dalam Tarikh Najd hal. 310.
Dalam kitab Kasyf al-Syubuhat hal. 29-30, Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab berkata: “Ketahuilah bahwa kesyirikan orang-orang dulu lebih
ringan dari pada kesyirikan orang-orang masa kita sekarang ini.” Maksudnya kaum
Muslimin di luar golongannya itu telah syirik semua. Kesyirikan mereka melebihi
kesyirikan orang-orang Jahiliyah. Sebagaimana ia tulis dalam kitab Kasyf
al-Syubuhat, kitab pendiri Wahhabi yang paling ekstrem dan paling keras dalam
mengkafirkan seluruh kaum Muslimin selain golongannya.
Dalam kitab al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibat
al-Najdiyyah, kumpulan fatwafatwa ulama Wahhabi sejak masa pendirinya, yang
di-tahqiq oleh Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, ulama Wahhabi
kontemporer, ada pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa ilmu fiqih
dan kitabkitab fiqih madzhab empat yang diajarkan oleh para ulama adalah ilmu
syirik, sedangkan para ulama yang menyusunnya adalah syetan-syetan manusia dan
jin. (Al-Durar al-Saniyyah, juz 3 hal. 56). Pernyataan Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab ini berarti pembatalan dan pengkafiran terhadap kaum Muslimin yang
mengikuti madzhab fiqih yang empat.
Dalam berbagai kitab dan risalahnya, Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab selalu menyebutkan kalimat-kalimat yang ditujukan kepada
orang-orang musyrik. Namun ia tidak pernah menyebut seorang pun nama orang
musyrik yang menjadi lawan polemiknya dalam kitab-kitab dan tulisannya. Justru
yang ia sebutkan adalah nama-nama para ulama terkemuka pada waktu itu seperti
Syaikh Ibn Fairuz, Marbad al-Tamimi, Ibn Suhaim, Syaikh Sulaiman dan ulamaulama
lainnya. Maksudnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan seluruh ulama
pada waktu itu yang tidak mengikuti ajarannya. Bahkan secara terang-terangan,
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyebutkan dalam kitab Kasyf al-Syubuhat,
bahwa kaum Muslimin pada waktu itu telah memilih mengikuti agamanya Amr bin
Luhay al-Khuza’i, orang yang pertama kali mengajak orang-orang Arab memuja
berhala.
Pengkafiran terhadap kaum Muslimin terus dilakukan oleh
ulama Wahhabi dewasa ini. Dalam kitab Kaifa Nafhamu al-Tauhid, karangan
Muhammad bin Ahmad Basyamil, disebutkan:
عَجِيْبٌ وَغَرِيْبٌ أنَْ
يَكُوْنَ أبَُوْ جَھْلٍ وَأبَُوْ لھٍََبٍ أكَْثَرَ تَوْحِيْدًا ِ h وَأَخْلَصَ إيِْمَانًا بِهِ مِنَ
الْمُسْلمِِيْنَ الذَِّيْنَ يَتَوََّسَّلوُْنَ بِالْأوَْليَِاءِ
وَالَّصَّالِحِيْنَ وَيَسْتَشْفِعُوْنَ بِھِمْ إلِىَ ِ( . أبَُوْ جَھْلٍ وَأبَُوْ لھٍََبٍ
أكَْثَرُ تَوْحِيْدًا وَأخَْلصَُ إيِْمَانًا مِنْ ھَؤُلاءَِ
الْمُسْلمِِيْنَ الذَِّيْنَ يَقوُْلوُْنَ لاَ إلَِهَ إلِاَّ (ُ مُحََّمَّدٌ
رَسُوْلُ ِ( . (محمد بن أحمد باشميل، كيف نفھم التوحيد، ص/١٦).
“Aneh dan ganjil, ternyata Abu Jahal dan Abu Lahab lebih
banyak tauhidnya kepada Allah dan lebih murni imannya kepada-Nya dari pada kaum
Muslimin yang bertawassul dengan para wali dan orang-orang saleh dan memohon
pertolongan dengan perantara mereka kepada Allah. Ternyata Abu Jahal dan Abu
Lahab lebih banyak tauhidnya dan lebih tulus imannya dari mereka kaum Muslimin
yang mengucapkan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah.” (Muhammad
bin Ahmad Basyamil, Kaifa Nafhamu al-Tauhid, hal. 16).
Dalam
pernyataan tersebut, Basyamil menganggap bahwa kaum Muslimin selain Wahhabi,
lebih syirik dari pada Abu Jahal dan Abu Lahab. Kitab karya Basyamil ini dibagi-bagikan
secara gratis oleh tokoh-tokoh Wahhabi kepada siapapun yang berminat. Demikian
dialog saya dengan AMSP yang tidak berjalan lama. Karena ia minta agar dialog
segera diakhiri. sumber Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi
baca: mereka-golongan-khawarij.
Out Of Topic Show Konversi Kode Hide Konversi Kode Show Emoticon Hide Emoticon