Finding The Truth

Kesederhanaan Kiai Taufiq, Pekalongan



KH. Taufiq adalah salah satu sesepuh Pekalongan. Beliau pengasuh pondok pesantren AtTaufiqy yang berlokasi di desa Rowokembu kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. Pengajian rutin mingguannya selalu dihadiri oleh ribuan pengunjung yang berjajar dari gerbang pesantren sampai ke rumah-rumah penduduk. Namun demikian sosok Kiai ini telihat sangatlah sederhana. Wajahnya teduh menentramkan jiwa siapapun yang memandangnya.

Kiai Taufiq adalah seorang mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah. Bersama beberapa tokoh lain, beliau di bai'at tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah oleh Syaikh Nadzim al-Haqqani. Jika ada yang mau berbaiat, Syaikh Nadzim dan Syaikh Hisyam sering mengarahkan kepada kiai Taufiq.

Kiai Taufiq menimba ilmu dari ulama terkenal seperti Kiai Masduqi Lasem. Beliau juga pernah nyantri di Krapyak di bawah bimbingan Mbah Ali Maksum sambil kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sampai lulus. Namun demikian ijazahnya tidak diambil.

Ada satu cerita menarik dari kisah ke"wirai"an dan kesederhanaan hidup sang Kiai ini. Setiap hari mulai jam 11 beliau menerima tamu di aula pesantren. Ketika hendak berpamitan, salah satu tamu mencoba untuk memberikan "amplop", tidak serta merta amplop itu diterima. Beliaupun bertanya "apa pekerjaan anda?" tamunya menjawab "saya pedagang". Beliau bertanya lagi "apakah anda masih punya hutang?", "masih punya kiai" jawab si tamu. Kemudian dengan nada lemah lembut Kiai Taufiq menolak dan berkata "suatu saat jika anda sudah tidak mempunyai hutang, anda boleh memberi saya amplop".

Kiai Taufiq selalu menekankan kebersihan dan kerapian kepada para santrinya. Setiap ada tamu yang datang, akan ada santri yang menata rapi sandal para tamu agar terlihat rapi dan tamu tidak kerepotan mencari sandal saat pulang. Lingkungan pesantren selalu terjaga kebersihannya. Bahkan dalam hal makan dan minum. Beliau selalu mengingatkan agar menghabiskan air yang ada dalam gelas, menghabiskan sampai butiran nasi terakhir yang jatuh ke lantai agar tehindar dari sikap tabdzir karena hal tersebut bagian dari mmenyukuri nikmat.

Thanks for your comment