Mayoritas umat Islam meyakini bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah
itu pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Tetapi tidak sedikit pula yang
berasumsi bahwa aliran Wahhabi juga masuk dalam golongan Ahlussunnah
Wal-Jama’ah. Padahal menurut para ulama yang otoritatif di kalangan Sunni,
aliran Wahhabi itu tergolong Khawarij, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Dalam sebuah diskusi tentang ASWAJA di Kantor PWNU Jawa
Timur di
Surabaya, ada pembicaraan mengenai
Wahhabi, apakah termasuk Ahlussunnah Wal-Jama’ah atau bukan. Dalam kesempatan
itu saya menjelaskan bahwa aliran
Wahhabi atau Salafi itu bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Bahkan aliran Wahhabi itu termasuk golongan Khawarij. Mendengar penjelasan ini,
sebagian peserta ada yang bertanya, “Mengapa aliran Wahhabi Anda masukkan dalam
golongan Khawarij? Bukankah mereka juga berpedoman dengan kitab-kitab hadits
yang menjadi pedoman kita seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan
lain-lain?”
Aliran Wahhabi itu dikatakan Khawarij karena ada ajaran
penting di kalangan Khawarij menjadi ajaran Wahhabi, yaitu takfir al-mukhalif
dan istihlal dima’ almukhalifin (mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum
Muslimin yang berbeda dengan mereka). Suatu kelompok dikatakan keluar dari
Ahlussunnah WalJama’ah, tidak harus berbeda 100 % dengan Ahlussunnah
Wal-Jama’ah. Kaum Khawarij pada masa sahabat dulu dikatakan Khawarij bukan
semata-mata karena perlawanan mereka terhadap kaum Muslimin, akan tetapi karena
perlawanan mereka terhadap Sayyidina Ali dilatarbelakangi oleh motif ideologi
yaitu takfir dan istihlal dima’ al-mukhalifin (pengkafiran dan pengahalalan
darah kaum Muslimin yang berbeda dengan mereka). Sayyidah ‘Aisyah, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin al-’Awwam dan banyak sahabat yang lain juga memerangi
Sayidina Ali. Sayidina Mu’awiyah bin Abi Sufyan juga memerangi Sayidina Ali.
Akan tetapi karena latar belakang peperangan mereka bukan motif ideologi,
tetapi karena semata-mata karena persoalan politik, maka mereka tidak dikatakan
Khawarij.
Persoalan bahwa kaum Wahhabi juga merujuk terhadap
kitab-kitab tafsir dan hadits yang menjadi rujukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, hal
ini bukan alasan menganggap mereka sebagai Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Kalau kita
mempelajari ilmu rijal hadits, dalam Shahih al-Bukhari, Muslim dan lain-lain,
tidak sedikit para perawi hadits yang mengikuti aliran Syi’ah, Khawarij,
Murji’ah, Qadariyah dan lain-lain. Para ulama kita, termasuk dari kalangan ahli
hadits, sangat toleran dengan siapapun, sehingga tidak menghalangi menerima
haditshadits yang diriwayatkan oleh para perawi ahli bid’ah untuk dimasukkan
dalam kitab-kitab mereka dan kemudian menjadi rujukan utama kaum Muslimin
Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Kalau setiap orang yang merujuk terhadap Shahih
al-Bukhari, Shahih Muslim dan kitab-kitab hadits lainnya harus dimasukkan dalam
golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, maka kita tentunya harus pula memasukkan
semua perawi hadits al-Bukhari dan lain-lain dalam Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Padahal faktanya tidak demikian.
Sumber (buku pintar berdebat dengan wahabi)
Out Of Topic Show Konversi Kode Hide Konversi Kode Show Emoticon Hide Emoticon