Finding The Truth

Kajian Al-Hikam: Tidak perlu memikirkan hasil dari ikhtiar, serahkan pada Allah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على خاتم النبيين، محمد صلى الله عليه وسلم وعلى آله وصحبه أجمعين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، وبعد:

Imam Atha`illah as-Sakandary (1309 M) berkata:

"أَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيْرِ. فَمَا قَاَمَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لَا تَقُمْ بِهِ لِنَفْسِكَ"


“Istirahatkanlah dirimu dari kesibukan mengatur kebutuhan duniamu. Sebab apa yang telah dijamin diselesaikan oleh selain kamu, tidak usah kamu sibuk memikirkannya”

Jika dilihat sekilas, seakan Hikam ke-4 ini bersebrangan dengan Hikam yang lalu, yaitu Hikam yang ke-2.

إِرَادَتُكَ التَّجْرِيْدَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِيْ الْاَسْبَابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الْخَفِيَّةِ.

“Kamu menghendaki Tajrid, sedang Allah menempatkanmu pada Maqom Sabab, yang demikian itu merupakan sebagian dari hawa nafsu yang tersembunyi”

Pada Hikam ke-4 menganjurkan seorang hamba untuk tidak sibuk, sedang pada Hikam ke-2 menganjurkan seoarang berusaha atau sibuk. Hikam ke-2 mencela seorang yang masuk pada Maqom Tajrid padahal dia seharusnya (menurut parameter Agama) berada di Maqom Sabab (usaha). Sehingga sepintas dua Hikam itu saling bertentangan.

Jika dilihat secara jeli dan saksama, maka tidak akan ditemukan pertentangan maksud dan arti dari Hikam Ke-4 dan ke-2 tersebut.

Anjuran untuk tidak menyibukan diri itu memakai diksi “nafs”, dan bukan memakai diksi “jism”. Jika “jism” itu tubuh dan anggotanya yang lahirian. Adapun “nafs” merupakan akal. Maka maksud dari Hikam ke-4 adalah “istirahatkan akalmu” bukan istirahatkan anggota tubuhmu (untuk berusaha di Maqom Sebab).

Terjemahan serta penafsiran dari Hikam ke-4:
“Istirahatkan fikiranmu untuk mengurusi (hasil dari apa yang kamu upayakan). Sebab suatu hasil (dari apa yang telah kamu upayakan) yang merupakan wewenang selainmu, yaitu wewenang Allah, maka janganlah kamu sibuk memikirkannya”

Tugas seorang hamba adalah sebatas berusaha seuai tuntutan syari’at. Sehingga seorang hamba ketika melakukan sesuatu, setelah memplanning, berusaha, berdoa dan bertawakkal secara totalitas, seratus persen, seorang hamba kemudian memprediksikan hasil yang akan digapai. Namun, jangan sampai kemudian hasil dari apa yang telah diupayakan untuk dipaksa untuk sama dengan prediksinya. Karena hasil merupakan area jangkauan Khaliq, Allah, bukan jangkauan wewenang makhluq.

Maka seorang hamba janganlah berfikir pusing akan hasil yang akan dia tuai. Yang harus diperhatikan oleh seorang hamba adalah melakukan Sebab (usaha) sesuai tuntutan Syari’at secara totalitas. Adapun hasil itu urusan Allah Swt.

Jika seorang pelajar akan menghadaip ujian, maka tugasnya sebatas belajar maksimal, doa maksimal dan tawakkal maksimal. Setelah itu maka bukan urusanya lagi. Karena hasil merupakan perkara yang diurus oleh Allah Swt.

Seorang pedagang tugasnya berdagang dengan amanah secara maksimal dan profesional, berdoa maksimal, dan bertawakkal secara maksimal. Setelah itu serahkan kepada Dzat Maha Penentu. Walau penjual menentukan target capaian hasil dari berniaganya, namun target itu bukanlah tolok ukur keberhasilan atau kegagalannya. Karena hasil atau gagal penentunya bukanlah usaha manusia.

Rasulullah Saw, saat akan melakukan hijrah ke Madinah. Rasulullah mengajak teman setianya, Abu Bakar as-Sidiq, untuk menemani perjalanan beliau. Sahabat Ali ra kw disuruh untuk menggantikan beliau di ranjang dimana Rasul tidur. Kemudian, pembantu Abu Bakar disuruh untuk membawa kambing dan mengikuti dari belakang, dengan tugas untuk menghapus jejak tepak perjalanan Rasul. Tidak hanya sampai disitu, Rasul bahkan menyewa Abdullah bin Ariqoth, seorang non Islam yang berprofesi sebagai Guide handal yang mengetahui seluk beluk jalan di lereng gunung dan padang pasir. Dari semua ini Rasul memberikan contoh dimana saat itu Rasul melakukan tugas penghambaannya kepada Allah Swt, yaitu melalui usaha maksimal profesional.

Lalu setelah sampai di gua Tsur, Rasul dan Abu Bakar kemudian bersembunyi di dalamnya. Sesaat bersembunyi, segerombolan orang-orang kafir Mekah mendekati gua bahkan berada di bibir gua. Bahkan Abu Bakar berkata, jika saja salah seorang dari mereka melihat ke bawah pasti barang tentu mereka akan melihat ke kaki kita. Akan tetapi Rasul menenangkan Abu Bakar, dan meyakinkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan usaha seorang hamba sebagai bentuk penghambaan, adapun hasilnya diserahkan kepada Allah Swt, baik selamat atau ditangkap kafir Qurays. 

Maka tugas seorang hamba, baik Maqom Tajrid maupun Maqom Sabab adalah berusaha dan menghamba Allah dimanapun Allah tempatkan ia. Usaha yang dilakukan harus sesuai dengan tuntutan dan tuntunan syar’at, jika sudah demikian maka tugas berikutnya adalah menyerahkan hasilnya kepada Allah Swt. Tak usah sibuk dengan hasil, karena hasil bukanlah urusan seorang hamba.

Maka tugas seorang hamba penulis rumuskan:
(USAHA + DO’A + TAWAKKAL) x100% = IKHTIYAR 

Mari terus meningkatkan penghambaan kita kepada Allah Swt. Tidak usah memikirkan posisi orang, ridhai dengan apa yang Allah kasihkan kepada diri kita. Profesional dan maksimalan dalam menghamba kepada Allah Swt. Tentu penghambaan tersebut harus didasari dengan pengetahuan, ilmu. Sehingga amal kita bersumber dari ilmu. Dan ilmu yang diamalkan akan menghantarkan diri kita kepada tujuan akhir dari semua ini, yaitu Allah Swt. Amin.


Pemateri
H. Syamsudin, Lc.
UMAH LENTERA HATI

baca juga: 
Thanks for your comment