Berkah (barokah) diartikan dengan tambahnya kebaikan
(ziyadah al-khair). Sedangkan tabarruk bermakna mencari tambahnya kebaikan atau
ngalap barokah (thalab ziyadah al-khair). Demikian para ulama menjelaskan.
Masyarakat kita seringkali mendatangi orang-orang saleh dan
para ulama sepuh dengan tujuan tabarruk. Para ulama dan orang saleh memang ada
barokahnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ ( عَنُْھُمَا قَالَ
قَالَ رَُسُوُْلُ ِ( صلى ( عليه وسلم: الَْبَرَكَةُ مَعَ أكََابِرِكُمْ ”. رواه ابن حبانُ (١٩١٢) وأبو نعيم في ”الحلية“ (٨/١٧٢) و الحاكم في ”المستدرك“ (١/٦٢) و الضياء في ”المختارة“ (٦٤/٣٥/٢) و قال
الحاكم : ”صحيح على شرط البخاري“ . و وافقه الذھبي.
“Dari Ibn Abbas radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Berkah Allah bersama
orang-orang besar di antara kamu.” (HR. Ibn Hibban (1912), Abu Nu’aim dalam
al-Hilyah (8/172), al-Hakim dalam alMustadrak (1/62) dan al-Dhiya’ dalam
al-Mukhtarah (64/35/2). Al-Hakim berkata, hadits ini shahih sesuai kriteria
al-Bukhari, dan al-Dzahabi menyetujuinya.)
Al-Imam al-Munawi menjelaskan dalam Faidh al-Qadir, bahwa
hadits tersebut mendorong kita mencari berkah Allah subhanahu wa ta’ala dari
orang-orang besar dengan memuliakan dan mengagungkan mereka. Orang besar di
sini bisa dalam artian besar ilmunya seperti para ulama, atau kesalehannya
seperti orangorang saleh. Bisa pula, besar dalam segi usia, seperti orang-orang
yang lebih tua.
Dalam sebuah diskusi di Masjid At-Taqwa, Denpasar Bali, ada
peserta yang bertanya, “Bagaimana Islam menanggapi orang-orang yang melakukan
ziarah ke makam para wali dengan tujuan mencari berkah?”
Di antara amal yang dapat mendekatkan seseorang kepada
Allah subhanahu wa ta’ala adalah ziarah makam para nabi atau para wali. Baik
ziarah tersebut dilakukan dengan tujuan mengucapkan salam kepada mereka atau
karena tujuan tabarruk (ngalap barokah) dengan berziarah ke makam mereka.
Maksud tabarruk di sini adalah mencari barokah dari Allah subhanahu wa ta’ala
dengan cara berziarah ke makam para wali.
Orang yang berziarah ke makam para wali dengan tujuan
tabarruk, maka ziarah tersebut dapat mendekatkannya kepada Allah subhanahu wa
ta’ala dan tidak menjauhkannya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang
berpendapat bahwa ziarah wali dengan tujuan tabarruk itu syirik, jelas keliru.
Ia tidak punya dalil, baik dari al-Qur’an maupun dari hadits Nabi shallallahu alaihi
wa sallam. Al-Hafizh Waliyyuddin al-’Iraqi berkata ketika menguraikan maksud
hadits:
أنََّ ُمُوْسَى u قَالَ : رَِّبِّ أدَْنِنِيْ مِنَ اْلأرَْضِ
الُْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ وَأنََّ النَّبِيَّ صلى ( عليه وسلم قَالَ : »وَ ِ( لوَْ أنَِّيْ عِنْدَهَدهُ لأَرَيْتُكُمْ
قَبْرَههُ إلِىَ جَنْبِ الطَّرِيْقِ عِنَْدَ الْكَثِيْبِ الْأحَْمَرِ «.
“Sesungguhnya Nabi Musa u berkata, “Ya Allah, dekatkanlah
aku kepada tanah suci sejauh satu lemparan dengan batu.” Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda: “Demi Allah, seandainya aku ada disampingnya, tentu
aku beritahu kalian letak makam Musa, yaitu di tepi jalan di sebelah bukit
pasir merah.”
Ketika menjelaskan maksud hadits tersebut, al-Hafizh
al-’Iraqi berkata:
وَفِيْهِ اسْتِحْبَاُبُ مَعْرِفَةِ قُُبُْرِ
الصَّالحِِيْنَ لزِيَارَتِھَا وَالْقِيَامِ بِحَقِّھَا، وَقَدْ ذَكَرَ النَّبِيُّ
صلى ( عليه وسلم لقَبْرِ السَِّّيِّدِ ُمُوْسَى u عَلامََةً ھِِيَ مَوُْجُوَْدَةٌ فِيْ قَبْرٍ
مَشُْھُوْرٍ عِنَْدَ النَّاسِ اْلآنََ بِأنََُّهُ قَبْرُهُرهُ، وَالظَّ اھُِِرُ
أنََّ الْمَوْضِعَ الْمَذْكُوْرَ ُھُوَ الذَِّيْ أشََارَ النَّبِيُّ عَليَْهِ
الصَّلَاةُ وَالسَّلامَُ .
“Hadits tersebut
menjelaskan anjuran mengetahui makam orang-orang saleh untuk dizarahi dan
dipenuhi haknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menyebutkan tanda-tanda
makam Nabi Musa u yaitu pada makam yang sekarang dikenal masyarakat sebagai
makam beliau. Yang jelas, tempat tersebut adalah makam yang ditunjukkan oleh
Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” (Tharh al-Tatsrib, [3/303]).
Pada dasarnya ziarah kubur itu sunnat dan ada pahalanya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَُسُوُْلُ ِ( صلى ( عليه وسلم : » كُنْتُ نَھَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُُبُْرِ
فَزُوُْرُوْھَا « رَوَاهاهُ
ُمُسْلِمٌ (٧/٤٦). وَفِيْ رِوَايَةٍ » فَمَنْ أرََاَدَ أنَْ يَزُوْرَ الْقُُبُْرَ
فَلْيَزُرْ فَإنَِّھَا تُذَكُِّرُنَا اْلآخَِرَةَ «.
“Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dulu aku melarang kamu ziarah kubur.
Sekarang ziarahlah.” (HR. Muslim). Dalam satu riwayat, “Barangsiapa yang henda
ziarah kubur maka ziarahlah, karena hal tersebut dapat mengingatkan kita pada
akhirat.” (Riyadh al-Shalihin [bab 66]).
Di sini mungkin ada yang bertanya,
adakah dalil yang menunjukkan bolehnya ziarah kubur dengan tujuan tabarruk dan
tawassul? Sebagaimana dimaklumi, tabarruk itu punya makna keinginan mendapat
berkah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan berziarah ke makam nabi atau wali.
Kemudian para nabi itu meskipun telah pindah ke alam baka, namun pada
hakekatnya mereka masih hidup. Dengan demikian, tidak mustahil apabila mereka
merasakan datangnya orang yang ziarah, maka mereka akan mendoakan peziarah itu
kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
.قَالَ رَُسُوُْلُ ِ( صلى ( عليه وسلم: »الَانَْبِيَاُءُ أحَْيَاءٌ فِيْ قُُبُْرِھِمْ
ُيُصَلوُّْنَ « رواه
البيھقي
“Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Para nabi itu hidup di alam kubur
mereka seraya menunaikan shalat.” (HR. al-Baihaqi dalam Hayat alAnbiya’, [1]).
Sebagai penegasan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam
yang telah wafat, dapat mendoakan orang yang masih hidup, adalah hadits berikut
ini:
عَنْ عَبْدِ ( بْنِ مَسْعُوٍْدٍ رضي ( عنه عَنْ
رَسُوْلِ ( صلى ( عليه وسلم قَالَ : »حَيَاتِيْ خَيْرٌ لكَُمْ تُحْدِثُوْنَ وَيُحْدَثُ لكَُمْ وَمَمَاتِيْ
خَيْرٌِ لكَُمْ فَإذَِا أنََا مِتُّ عُرِضَتْ عَلََّيَّ أعَْمَالكُُمْ فَِإنِْ
رَأيَْتُ خَيْرًا حَمِدْتُ َ( وَإنِْ رَأيَْتُ غَيْرَ ذَلِكَ اِسْتَغْفَرْتُ
لَكُمْ « رَوَاهُ
الْبَزَّارُ .
“Dari Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Hidupku lebih baik bagi kalian. Kalian berbuat sesuatu, aku dapat menjelaskan
hukumnya. Wafatku juga lebih baik bagi kalian. Apabila aku wafat, maka amal
perbuatan kalian ditampakkan kepadaku. Apabila aku melihat amal baik kalian,
aku akan memuji kepada Allah. Dan apabila aku melihat sebaliknya, maka aku
memintakan ampun kalian kepada Allah.” (HR. al-Bazzar, [1925]).
Karena keyakinan bahwa para nabi itu masih hidup di alam
kubur mereka, kaum salaf sejak generasi sahabat melakukan tabarruk dengan Nabi
shallallahu alaihi wa sallam setelah beliau wafat. Hakekat bahwa para nabi dan
orang saleh itu masih hidup di alam kubur, sehingga para peziarah dapat
bertabarruk dan bertawassul dengan mereka, telah disebutkan oleh Syaikh Ibn
Taimiyah berikut ini:
وَلاَ يَدْخُلُ فِيْ ھَذَا الْبَابِ (أيَْ مِنَ الْمُنْكَرَاتِ عِنْدَ الَّسَّلَفِ ) مَا يُرْوَى مِنْ أََّ قَوْمًا سَمِعُوْا رَدَّ
الَّسَّلامَِ مِنْ قَبْرِ النَّبِيِّ صلى ( عليه وسلم أوَْ قبُُوْرِ غَيْرِهِ مِنَ
الَّصَّالحِيْنَ وَأََّ سَعِيْدَ بْنِ الْمُسََّيَّبِ كَانَ يَسْمَعُالْأذََانَ مِنَ الْقَبْرِ
ليََاليَِ الْحََّرَّةِ وَنَحْوُ ذَلكَِ فَھَذَا كُلهُُّ حَقٌّ ليَْسَ مَِّمَّا
نَحْنُ فِيْهِ وَاْلأمَْرُأجََُِّلُّ مِنْ ذَلِكَ وَأعَْظَمُ وَكَذَلكَِ أيَْضًا
مَا يُرْوَى أََّ رَجُلاً جَاءَ إلَِى قَبْرِ النَّبِيِّ صلى ( عليه وسلم فَشَكَا إلِيَْهِ الْجَدَبَ عَامَ
الَّرَّمَادَةِ فَرَآهُ وَھُوَ يَأمُْرُهُ أنَْ يَأتِْيَ عُمَرَ فَيَأمُْرَھُأنَْ
يَخْرُجَ فَيَسْتَسْقِي النَّاسُ فَإَِّ ھَذَا ليَْسَ مِنْ ھَذَا الْبَابِ
وَمِثْلُ ھَذَا يَقَعُ كَثِيْرًا لمَِنْھُوَ دُوْنَ النَّبِيِّ صلى ( عليه وسلم
وَأعَْرِفُ مِنْ ھَذِهِ الْوَقَائِعِ كَثِيْرًا. (الشيخ ابن تيمية، اقتضاء الصراط المستقيم ١/٣٧٣).
“Tidak masuk dalam
bagian ini (kemungkaran menurut ulama salaf) adalah apa yang diriwayatkan bahwa
sebagian kaum mendengar jawaban salam dari makam Nabi shallallahu alaihi wa
sallam atau makam orang-orang saleh, juga Sa’id bin al-Musayyab mendengar adzan
dari makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada malam-malam peristiwa
al-Harrah dan sesamanya. Ini semuanya benar, dan bukan yang kami persoalkan.
Persoalannya lebih besar dan lebih serius dari hal tersebut. Demikian pula
bukan termasuk kemungkaran, adalah apa yang diriwayatkan bahwa seorang
laki-laki datang ke makam Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu mengadukan
musim kemarau kepada beliau pada tahun ramadah (paceklik). Lalu orang tersebut
bermimpi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan menyuruhnya untuk mendatangi
Umar bin al-Khaththab agar keluar melakukan istisqa’ dengan masyarakat. Ini
bukan termasuk kemungkaran. Hal semacam ini banyak sekali terjadi dengan
orang-orang yang kedudukannya di bawah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan
aku sendiri banyak mengetahui peristiwa-peristiwa seperti ini.” (Syaikh Ibn
Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, juz. 1, hal. 373).
Kisah laki-laki yang datang ke makam Nabi shallallahu alaihi
wa sallam di atas, telah dijelaskan secara lengkap oleh al-Hafizh Ibn Katsir
al-Dimasyqi, murid terkemuka Syaikh Ibn Taimiyah, dalam kitabnya al-Bidayah wa
al-Nihayah. Beliau berkata:
وَقَالَ الْحَافظُِ ابَُوْ بَكْرٍ
الْبَيْھَقُِّيُّ اَخْبَرَنَا ابَُوْ نَصْرٍ بْنُ قَتَادَةَ وَابَُوْ بَكْرٍ
الْفَارِسُِّيُّقَالَا حَدَّثَنَا ابَُوْ عُمَرِ بْنِ مَطَرٍ حَدَّثَنَا
اِبْرَاھِيْمُ بْنُ عَليٍِّ الذُّھْلُِّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُيَحْيَى
حَدَّثَنَا ابَُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ الْأعَْمَشِ
عَنْ ابَِيْ صَالحٍِ عَنْ مَالٍِ قَالَ اصََابَ النَّاسَ قَحْطٌفِيْ زَمَنِ
عُمَرِ بْنِ الْخَطَّابِ فَجَاءَ رَجُلٌ اِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ صلى ( عليه وسلم
فَقَاليََارَسُوْلَ ( اِسْتَسْقِ َ( لِاَُّمُِكَ فَاِنَّھُمْ قَدْ ھَلكَُوْا
فَأتََاهُ رَسُوْلُ ( صلى ( عليه وسلم فِي
الْمَنَامِ فَقَالَ اِيْتِ عُمَرَ فَأقَْرِءْهُ مِنِّي الَّسَّلامََِ
وَاخَْبِرْھُمْ اِنَّھُمْ مُسْقَوْنَ وَقُلْلَهُ عَليَْكَ بِالْكَيْسِ الْكَيْسِِ
فَاتََى الَّرَّجُلُ فَاخَْبَرَ عُمَرَ فَقَالَ يَارَبِّ مَا آلَوُْا اِلاَّ مَا
عَجَزْتُ عَنْهُ، وَھَذَا اِسْنَادٌ صَحِيْحٌ . (الحافظ ابن كثير، البداية والنھاية ٧/٩٢ وقال في جامع المسانيد ١/٢٣٣: اسناده جيد قوي، وروى ھذا الحديث ابن ابي خيثمة. انظر: الاصابة ٣/٤٨٤، والخليلي في الارشاد ١/٣١٣ وابن عبد البر في الاستيعاب ٢/٤٦٤ وصححه الحافظ ابن حجر في ” فتح الباري ” ٢/٤٩٥.
“Al-Hafizh Abu Bakar
al-Baihaqi berkata, Abu Nashr bin Qatadah dan Abu Bakar al-Farisi mengabarkan
kepada kami, Abu Umar bin Mathar mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Ali
al-Dzuhli mengabarkan kepada kami, Yahya bin Yahya mengabarkan kepada kami, Abu
Muawiyah mengabarkan kepada kami, dari alA’masy, dari Abu Shalih, dari Malik
al-Dar, bendahara pangan Khalifah Umar bin al-Khaththab, bahwa musim paceklik
melanda kaum Muslimin pada masa Khalifah Umar. Maka seorang sahabat (yaitu
Bilal bin al-Harits al-Muzani) mendatangi makam Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam dan mengatakan: “Hai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk
umatmu karena sungguh mereka benar-benar telah binasa”. Kemudian orang ini
bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan beliau
berkata kepadanya: “Sampaikan salamku kepada Umar dan beritahukan bahwa hujan
akan turun untuk mereka, dan katakan kepadanya “bersungguh-sungguhlah melayani
umat”. Kemudian sahabat tersebut datang kepada Umar dan memberitahukan apa yang
dilakukannya dan mimpi yang dialaminya. Lalu Umar menangis dan mengatakan: “Ya
Allah, saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku tidak mampu”. Sanad
hadits ini shahih. (Al-Hafizh Ibn Katsir, alBidayah wa al-Nihayah, juz 7, hal.
92. Dalam Jami’ al-Masanid juz i, hal. 233, Ibn Katsir berkata, sanadnya jayyid
(baik). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Khaitsamah, lihat al-Ishabah
juz 3, hal. 484, al-Khalili dalam al-Irsyad, juz 1, hal. 313, Ibn Abdil Barr
dalam al-Isti’ab, juz 2, hal. 464 serta dishahihkan oleh alHafizh Ibn Hajar
dalam Fath al-Bari, juz 2, hal. 495).
Apabila hadits di atas kita cermati dengan seksama, maka
akan kita pahami bahwa sahabat Bilal bin al-Harits al-Muzani radhiyallahu ‘anhu
tersebut datang ke makam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan tujuan
tabarruk, bukan tujuan mengucapkan salam. Kemudian ketika laki-laki itu
melaporkan kepada Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu, ternyata Umar radhiyallahu
‘anhu tidak menyalahkannya. Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu juga tidak berkata
kepada laki-laki itu, “Perbuatanmu ini syirik”, atau berkata, “Mengapa kamu
pergi ke makam Rasul shallallahu alaihi wa sallam untuk tujuan tabarruk,
sedangkan beliau telah wafat dan tidak bisa bermanfaat bagimu”. Hal ini menjadi
bukti bahwa bertabarruk dengan para nabi dan wali dengan berziarah ke makam
mereka, itu telah dilakukan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat, tabi’in dan
penerusnya.
Sumber: Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi www.pustakaaswaja.web.id
baca ternyata-syaikh-al-sadi-guru-tidak menyangkal ngalap berkah
baca ternyata-syaikh-al-sadi-guru-tidak menyangkal ngalap berkah
Out Of Topic Show Konversi Kode Hide Konversi Kode Show Emoticon Hide Emoticon