Tafsir Tahlili QS. Yusuf: 23-32
Kisah wanita bangsawan Mesir yang melihat ketampanan dan kesempurnaan Nabi Yusuf menggambarkan betapa
wajarnya keheranan seseorang ketika melihat sesuatu yang mengagumkannya. Semua
terfokus pada hal tersebut meskipun ada kejadian dahsyat yang menimpa diri
mereka. Secara tidak langsung, kisah ini juga menggambarkan betapa kuatnya
‘keimanan’ istri gubernur – pemilik rumah dimana Nabi Yusuf tinggal – dan
betapa wajarnya dia melakukan hal senekat itu. Ibu-ibu PKK yang baru melihat
saja sudah terpesona begitu dahsyatnya. Bagaimana dengan dia yang hampir setiap
saat melihatnya?
Pemaknaan yang tepat terkait salah satu
tarjamah untuk firman innahû rabbî ahsana matswây. Jika rabb
bermakna Tuhan, hal ini berakhir dan kurang mengena pesannya. Namun jika
dipilihkan untuknya makna tuan atau orang yang telah menjaga dan
membesarkannya, maka ini punya implikasi maksud bahwa Yusuf ingin
mengingatkan kedudukan mereka berdua yang sangat jauh berbeda. Ia seorang
majikan dan istri orang terkemuka sementara Yusuf hanyalah hamba sahaya yang
bisa diperjualbelikan. Atau dengan bahasa kasar, betapa rendahnya selera istri
gubernur ini karena menyukai dan bahkan ‘menginginkan’ budaknya.
Penggunaan term râwada (menggunakan
wazan yang ketambahan satu huruf) menggambarkan betapa inginnya sang amjikan
tersebut terhadap diri Yusuf. Sementara penggunaan kata ghallaqa dengan
menggunakan wazan yang ketambahan satu huruf, menggambarkan betapa aman dan
nyamannya jika mereka melakukan hal tersebut. Sebab, hanya dengan wazan
mujarrod-nya, yakni ghalaqa yang berarti (pintu) tertutup, sudah
memiliki tingkat keamanan yang membuat orang lain merasa tidak curiga bahwa di
balik pintu tersebut ada sesuatu yang tidak layak untuk dilihat.
Terkait kisah umat dan nabi terdahulu, Al Qur’an
merupakan kitab hidayah bukan kitab sejarah. Sehingga tidak mengherankan jika
ia tidak detail dalam menggambarkan kejadiannya. Terkait surat Yusuf ini, orang
Khawarij menilai bahwa surat ini bukan bagian dari al Qur’an lantaran isinya
yang mengandung kisah ‘porno’ dan bagi mereka ini tidak mungkin.
Pelajaran yang bisa
dipetik antara lain:
1.
Ketampanan dan kecantikan merupakan nikmat yang bisa berubah menjadi
laknat jika tidak digunakan untuk meningkatkan kedekatan diri kepada Allah dan
bukan sebaliknya.
2.
Term lita’ârafû mengandung makna adanya kekurangan atau
ketidaksempurnaan pada diri tiap individu yang menghendaki adanya perasaan
untuk saling berbagi dalam berbagai hal. Keberadaan kita ada pada kebersamaan
(saling mengisi) dan bukan individualisme.
3.
Menjalin persaudaraan kemanusiaan. Dalam mencintai atau membenci
hendaknya masih dalam batas kemanusiaan yang bersifat universal, tidak mengenal
warna kulit, ras, bahkan agama. untuk yang terakhr ini, dikecualikan jika sudah
masuk pada batas akidah maka harus tegas bahwa lakum dînukum wa liya dîn.
Kisah sahabat yang menyembuhkan kepala suku
dari sengatan kalajengking mengandung pesan:
1.
Penetapan sebuah ayat sebagai obat harus ada dalil rujukannya
2.
Bolehnya mengambil upah atas bacaan al Qur’an
Dakwah ada dua macam, dakwah lisan dan dakwah
tulisan. Konten buku wawasan al Qur’an merupakan kumpulan ceramah pak Quraisy
yang kala itu tidak dibayar. Namun ketika ceramah tersebut dibukukan, mau tidak
mau mereka yang ingin memperoleh materi tersebut pada akhirnya membayar juga.
Dari sini akhirnya, penceramah dapat juga. Dengan demikian, tidak ada bedanya
antara dakwah lisan dan dakwah tulisan, keduanya berhak memperoleh royalti.
Diantara tugas manajemen dakwah adalah bagaimana
membuat kreatifitas perekonomian masyarakat lingkungan ceramah menjadi tumbuh
dan berkembang.
Wallaahu a’lam …
Resume Halaqah Tafsir PSQ pada Rabu, 4 Nov 2015
oleh Prof. Dr. Yunan
Out Of Topic Show Konversi Kode Hide Konversi Kode Show Emoticon Hide Emoticon