Perlu menjadi catatan bersama sebelum membaca resuman ini.
Sebagaimana pesan Habib Quraisy, hendaknya kita benar-benar jernih pikiran dan
hatinya untuk dapat memperoleh pencerahan yang benar. Materi yang disampaikan
merupakan sambutan atas permintaan sebagian jamaah kajian ndalem terkait dua statemen Beliau pada pertemuan
sebelumnya. Menurutnya, dua statement tersebut berpeluang menambah celah untuk
menjatuhkan Beliau. Dari sini perlu adanya kajian lebih mendalam agar tersingkap
kejanggalan yang nampak di permukaan. Statement pertama menyatakan bahwa orang
Eropa bukanlah orang kafir. Mereka adalah ahlul fatrah yang di akhirat
kelak nasibnya berada penuh di tangan Allah, kendati kita pun demikian.
Statement kedua adalah toleransi kaum sufi terhadap non muslim, yang secara
syariat adalah keliru karena menyalahi hukum yang ada. Selamat membaca…
Kafir dalam Pandangan Islam
Dalam sebuah pesta perkawinan, tuan rumah memesan aneka
minuman kepada pengusaha katering. Ada kopi, teh, air putih, juice, dan
lainnya. Ini karena dia tahu betul bahwa diantara tamu yang akan hadir ada yang
tidak diperbolehkan minum teh atau kopi atau yang lainnya. Sebagai pemilik
katering, adalah keliru jika hanya menyajikan kopi saja. Karena jika demikian, hanya
penikmat kopi saja yang bisa menikmati acara.[1]
Begitulah gambaran tugas ulama, menyampaikan amanat ilmu yang diketahuinya
terkait suatu permasalahan.
Kosa kata dalam alQuran memiliki makna yang beraneka ragam. Dari
sini muncul perbedaan hukum yang kesemuanya selama jalur yang digunakan dalam pengambilan
hukum sesuai dengan ketentuan makan akan direstui Tuhan. Sebagai orang yang
mengetahui hukum tersebut hendaknya menyampaikan apa yang direstui-Nya. Jika
tidak berarti dia telah menyembunyikan apa yang telah dititipkan kepadanya. Dia
lupa bahwa kebutuhan orang antara yang satu dengan yang lain berbeda.
Inilah yang melatarbelakangi Habib Quraisy berani
menerbitkan dua bukunya yang dinilai kontroversial; Jilbab dan Sunnah-Syiah.
Kendati ada kekhawatrian akan disalahpahami jika dua buku tersebut diterbitkan.
Bagi Beliau, dari dahulu hingga nanti, al Quran merupakan madabatullâh (hidangan Allah) yang beraneka ragam menunya. Siapapun
bisa memilih menu yang ada sesuai dengan keinginan dan kondisi.
Term kafir memiliki berbagai makna dan tingkatan, antara
lain:
1. Kekafiran yang menolak 100% dalam hatinya akan keberadaan Tuhan
(komunis).
2. Kekafiran yang masih mengakui keberadaan Tuhan namun tercampuri
kesombongan sehingga mengabaikannya (kekafiran iblis).
3. Kafir nifâq karena bermaksiat; mereka masuk neraka karena dosa
yang diperbuatnya. Perbedaan seorang muslim dengan orang akfir adalah sholat .
4. Kafir nikmat.
Orang non-muslim di Eropa tidak disebut sebagai orang kafir.
Ini karena informasi tentang Islam yang sebenarnya belum sampai pada mereka
secara komprehensif. Hal ini sudah Habib Quraisy konfirmasikan kepada Syekh
Thayyeb, Grand Syekh al Azhar dan dibenarkan. Namun demikian, bagi sebagian
orang mereka adalah kafir yang halal dibunuh. Jika dilihat dari persyaratan
yang ada, orang Eropa yang ada saat ini adalah ahlul fatrah yang nasibnya di
akhirat kelak sepenuhnya berada di tangan Allah. Mayoritas orang nasrani jaman sekarang
adalah ahlul kitab yang halal makanannya[2].
Islam membedakan antara ahli
kitab dengan musyrik sebagaimana termaktub
dalam ayat pertama surat al Bayyinah. Substansi dari keduanya adalah sama
yakni kafir. Namun karena pelaku kekafiran tersebut berbeda kondisi dan
sifatnya, al Quran membedakannya. Ibarat pencurian yang dilakukan rakyat dan
pejabat. Pejabat tersebut tidak lagi disebut sebagai pencuri sebagai mana rakyat tapi koruptor. Namun demikian, substansinya
sama yakni mencuri.
Tidak ada satupun pendapat yang tidak diperselisihkan
kecuali satu hal, yakni kematian. Semua sepakat bahwa kematian pasti akan
menghampiri setiap yang bernyawa. Dari sinilah al Quran mengistilahkan kata
mati dengan term yaqîn (واعبد ربك
حتى يأتيك اليقين). Al Biqai berpesan agar hati-hati terhadap ucapan ulama telah sepakat. Hal ini
mengharuskan adanya penelitian yang mendalam akan hal yang dinilai telah
disepakati tersebut.
Kafir akidah adalah tidak mengakui keesaan Allah secara
angkuh setelah diberitahukan kepadanya akan keberadaan-Nya. Imam Ghazali
berpendapat jika informasi tentang Islam telah sampai kepada non muslim namun
belum sempurna atau bahkan hanya yang buruk saja, ia disamakan dengan orang
yang tidak tahu akan keberadaan Islam. Bahkan kita orang Indonesia belum
mengenal betul apa itu Islam. Ini terbukti dengan peringkat yang kita peroleh
dalam penelitian tentang negara islamiy
atau negara yang menerapkan jaran Islam. Kita berada setelah Saudi yang
peringkatnya ke-99. Peringkat pertama
disabet oleh New Zeland. Bahkan terkait ibadah kita belum mencerminkan Islam
secara utuh. Kita masih suka mencaci maki,menggunakan ayat tidak pada
tempatnya, dan sebagainya.
Bagi Islam, bergeser dari posisi tengah sudah disebut
ekstrim. Berbeda dengan orang Barat. Ekstrim dalam pandangan mereka adalah jika
sudah berada di ujung. Bagi mereka mencaci orang lain tidak apa-apa selama
tidak merugikan. Sementara bagi Islam, perbuatan tidak benar yang dilarangnya
meski dalam bentuk ucapan semisal ghibah, sudah dinilai ekstrim.
Menurut kaca mata Islam, hukuman bagi tindak kekerasan harus
ditinjau dari dua sisi; pelaku dan masyarakat. Jika kesalahan pelaku sudah
dimaafkan oleh korban, berarti urusan sudah selesai. Namun jika si korban telah
melaporkannya kepada pihak kepolisian, maka perkara sudah beralih menjadi hak
masyarakat.
Imam Abu Hanifah menilai bahwa anak yang dilahirkan sebelum
genap enam bulan dari pernikahan orang tuanya tidak disebut sebagai anak zina.
Boleh jadi menurutnya orang tuanya telah menikah sebelumnya secara
sembunyi-sembunyi. Pendapat ini dipilih Imam Abu Hanifah demi tertutupinya aib
pasangan suami istri tersebut. Sehingga nampak jelas bahwa Islam hanya
menginginkan kebaikan bagi umatnya. Misalnya ketika ada laporan terkait
kejahatan yang dilakukan seseorang, Islam menghendaki adanya beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi pelapor. Terlebih jika kejahatan tersebut
berupa zina, ia bersama tiga kawannya harus menyaksikan langsung dengan jelas
masuknya “pedang” ke dalam “sarung”nya.
Toleransi kaum sufi
Ajaran Islam bertingkat ada syariat, thariqah, dan makrifat.
Ada juga ibadah, ubudiyyah dan ubudah. Kita juga mengenal
islam, iman, dan ihsan. Tasawuf adalah untuk orang khusus. Menurut Syekh Abdul
Halim Mahmud (seorang filusuf), hanya Socrates yang bisa sampai pada tahap ini.
Sementara menurut Abbas Mahmud al Aqqad, ada orang yang mengolah jiwanya dengan
menghindari hal-hal yang menurut sebagian kita adalah biasa dan halal. Itu
merupakan hak mereka yang menjalaninya. Modal utama untuk menuju Tuhan menurut
Abu Yazid al Busthami adalah kesungguhan. Ia menjadi pegangan utama pada saat
terjadi guncangan.
Terkait hal ini, ada tiga istilah yang perlu diketahui:
1.
Sufi, yakni orang yang
tidak mengakui bahwa dirinya adalah seorang sufi. Ini karena hanya Allah yang
nampak di matanya.
2.
Mutasawwif, orang yang
menuju ke arah sufi.
3.
Mutasyabbih, orang yang
tidak mampu untuk melakukan apa yang dikerjakan mutasswif dan sufi sehingga
merasa cukup dengan mengaguminya.
Menurut al Ghazali, bersyariat dengan tepat merupakan syarat
utama bertasawwuf. Lebih jauh dia berkata: ketika melihat orang bisa terbang
atau berjalan di atas air, jangan kagum sebelum melihat bagaimana ia
bersyariat. Ini karena karamah bisa terjadi karena bantuan Tuhan, setan, atau sihir
belaka. Ibnu Sina melarang kita melecehkan dan menolak orang yang bertasawwuf.
Karena boleh jadi kita tidak mampu mengenal mereka dengan tepat. Menurutnya,
kita harus membedakan antara orang yang baik ibadahnya tapi karena takut
neraka, beribadah meninggalkan kesenangan duniawi (zuhud) demi
kesenangan ukhrawi (seperti pedagang yang berani berpayah-payah demi
laba), dan orang arif yang tidak peduli lagi terhadap keberadaan surga
neraka.
Diantara ciri yang dimiliki orang arif antara lain:
1.
Selalu ceria dan tersenyum
2.
Menghormati orang kecil
sebagaimana menghormati orang besar
3.
Menyambut yang lesu sebagaimana
sambutannya kepada mereka yang semangat
4.
Tidak membeda-bedakan
makhluk baik yang taat atau maksiat,
karena baginya semua adalah makhluk Tuhan.
5.
Tidak dipusingkan amarah
dan tidak kagetan melihat kemungkaran. Karena dia sudah mampu melihat rahasia
Tuhan di balik takdir-Nya.
6.
Dermawan karena hatinya
sudah tidak dipengaruhi materi lagi.
7.
Pemaaf karena kelapangan
jiwanya
8.
Tidak mendendam karena
ingatannya telah dipenuhi dengan ingat Tuhan.
Nabi pernah berdiri dalam rangka hormat ketika ada jenazah
Yahudi lewat. Ketika ditegur sahabat, Beliau menjawab aku berdiri karena dia
manusia ciptaan Allah. Abu Yazid al Bustomi dalam berdoa selalu memohonkan
ampunan untuk semuanya bahkan untuk mereka para pendosa. Begitu juga sufi lain,
Ibnu Arabi. Mereka berpijak pada ajaran Nabi Isa dalam berdoa (QS. al
Maidah: 118). Mereka mendoakan non muslim dengan mengemasnya ke dalam untaian kalimat
yang terkesan mengembalikan semua urusan kepda Allah. Sementara itu, fikih melarang
mendoakan orang kafir yang sudah mati. Meski dia adalah ayah kandungnya sendiri.
Orang tasawuf harus pandai menebarkan agama cinta. Mereka punya
ilmu yang akalnya berbeda dengan akal filusuf dan ulama lain. Mereka berfikir dengan
hati. Ali Zainal Abidin berkata: ada hakikat ilmu yang jika aku sampaikan maka
aku akan dituduh sebagai penyembah berhala dan sekelompok muslim akan berkata “orang ini sudah halal darahnya” sementara mereka menilai hanya
merekalah yang paling benar.
(sesi tanya jawab)
Politik lebih kita kenal dengan sebutan siyâsah. Syekh Muhammad
Abduh melaknat siyasah. Salah satu makna
siyâsah adalah kuman penyebab sakit gigi. Oleh al Quran ia diterjemahkan dengan
kata hikmah. Dari kata ini lahir
istilah hukûm. Politik yang benar disebut
hikmah. Islam mengibaratkan politik yang sehat dengan permainan catur. Setiap anggotanya
memiliki posisi dan jalan masing-masing yang tidak dapat ditiru oleh anggota
lainnya. Kedua kubu berusaha menjatuhkan lawannya namun dengan tetap
memperhatikan ketentuan permainan yang ada.
Berbeda dengan politik, demokrasi dalam islam disebut dengan
istilah syûrâ. Salah satu maknanya
adalah mencari madu. Dari makna ini, hendaknya bermusyawarah ditujukan untuk
memperoleh hasil yang terbaik. Ada hal menarik terkait hewan penghasil
madu, ketika salah satu anggota menemukan sumber madu yang bagus, ia akan memanggil
teman yang lain. Akhlak yang pertama kali hilang adalah dalam berpolitik,
kemudian dalam berekonomi, dan berhubungan seks.
wallâhu alam bish
shawâb…
(Kajian bulanan
Prof. Dr. M.Quraish Shihab)
Syafi’ul Huda
Pesantren Bayt
alQuran, Pusat Studi Quran
baca juga Whirlng Dervish dan pendekatan diri kepada Allah
[1]
Ini juga berarti, secara tidak langsung pemilik katering telah “memaksa” orang
yang tidak boleh mengkonsumsi kopi untuk bunuh diri. Karena ada sebagian
orang yang berpantang minum kopi karena alasan medis.
[2]
Harus dicerna kembali ciri nasrani yang dimaksud. Begitu pula makanan mereka
yang sedikit banyak mengandung bahan yang diharamkan al Quran.
Out Of Topic Show Konversi Kode Hide Konversi Kode Show Emoticon Hide Emoticon